Kamis, 04 September 2014

Memang Kenapa Kalau Gondrong?

Tulisan perpisahan kepada Gondrong, sampai jumpa di lain waktu...

Kenapa gondrong selalu di identikkan dengan hal yang buruk? Padahal pertanyaan "Kenapa kamu suka gondrong?" sama saja dengan pertanyaan "Kenapa kamu suka makan Bakso?". Itu hal yang nilainya sama saja, menyangkut soal selera, dan berbicara mengenai selera dan rasa pastilah sulit. Jarang kita menemukan orang yang memiliki selera dan rasa yang 100% sama dengan kita.

Saya pernah mengikuti kegiatan yang membahas tentang rasa. Itu hal yang sulit untuk dijelaskan. Jika saya pernah mencoba dan merasakan strawberry yang rasanya manis dan saya tertarik. Kemudian saya menceritakan tentang rasanya kepada orang lain, apakah orang itu harus langsung percaya. Jangan pernah percaya kalau belum mencobanya sendiri. Karena rasa yang kita rasakan belum tentu akan sama. Hal itu sama saja esensinya dengan gondrong yang saya ceritakan sebelumnya.

Pernahkah kalian sadari, tokoh- tokoh sakti dan Lagendaris pasti kebanyakan Gondrong. Sebut saja dalam hal agama, baik islam maupun nasrani memiliki tokoh terkenal dengan rambut gondrongnya masing- masing. Silahkan baca disini. Belum lagi bintang film seperti Gua Dalam Hantu, Wiro Sableng, dan Dragon Ball yang semakin gondrong akan menjadi semakin sakti.

Tapi kenyataannya, masyarakat jaman sekarang menganggap orang gondrong itu selalu mengarah ke hal yang negatif. Seperti preman ataupun pemberontak. Orang gondrong sering kali dikatakan jorok, tidak tau jaga diri dan anarkis. Padahal seniman itu kebanyakan gondrong loh. Mulai dari musisi sampai pelukis banyak yang gondrong.

Saya pernah membaca artikel bahwa menurut ilmu metafisika, rambut dan brewok ataupun kumis janggot adalah sebagai antena ataupun pencari sinyal metafisika dari manusia. Semakin panjang rambutnya maka semakin sakti orang tersebut. Yaelahh...

Masalah rambut bukanlah hal yang mesti kita bicarakan terlalu serius sampai harus menghakimi orang tersebut. Yang ingin gondrong silahkan gondrong, yang ingin cepak silahkan cepak. Sesuai selera dan selama tidak mengganggu aktivitas orang lain. Bukankah kita diajari untuk tidak terlalu menilai orang dari luar, melainkan dari dalam. Sangat mungkin dia gondrong dengan hati yang tulus. Dan mungkin juga ada orang rapi dengan hati yang busuk (contoh: Koruptor)

Untuk yang masih gondrong, selama kalian masih nyaman silahkan lanjutkan dengan alasan kalian masing- masing. Dan jangan salahkan kalau ada yang sudah mundur dari dunia per-Gondrong-an. Sekali lagi ini menyangkut selera. Maaf, saya mundur sejenak dari dunia Gondrong dengan alasan dan motivasi tersendiri. Sekali lagi dan terakhir, ini masalah selera dan rasa.

Salam Gondrong!


Tidak ada komentar: